BAB 8 Akhlak Tercela Kepada ALLAH SWT

Share:

Amati ayat dan perhatikan kisah berikut !!!

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَّا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. (QS.al-Baqarah [2]:264)

Perhatikan kisah berikut ! 

Di riwayatkan bahwasannya sekitar 150 sahabat Nabi takut dirinya tertimpa kemuna¿kan. Suatu ketika Rasulullah duduk dalam rombongan para sahabatnya, mereka memperbincangkan ada laki-laki yang banyak dipuji teman-temannya. Tiba-tiba lelaki itu muncul dengan mika basah dan meneteskan air bekas wudhu. Ia membawa sandal di tangannya. 

Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, dialah orang yang tadi kami perbincangkan”. Nabi bersabda: “aku melihat pada mukanya terdapat noda hitam setan. Lelaki itu datang memberi salam dan duduk bersama para sahabat”. Nabi bertanya: “Apakah anda berbicara pada diri sendiri waktu anda muncul tentang sahabat-sahabat anda bahwa tiada sahabat anda yang lebih baik dari pada anda?” Lelaki itu menjawab: “Ya benar”. Rasulullah berdoa: “Ya Allah aku mohon ampunan padaMu tentang apa yanga aku ketahui dan tidak aku ketahui”. Lalu sahabat bertanya: “Apakah Anda punya kekhawatiran ya Rasulullah?”. Nabi menjawab: “Adakah yang membuatku merasa aman, sedangkan hati ini berada di antara dua buah jari jemari Allah arRahmƗn. Dia membolak-baliknya sebagaimana Dia kehendaki?”

Nabi merasa tidak aman dari perilaku seperti itu. Allah berfirman: “dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.” (az-ZumƗr: 47). Dikatakan dalam tafsir tentang ayat ini adalah mereka mengerjakan amalan-amalan yang yang mereka sangka sebagai kebaikan, kenyataannya mereka berada dalam daun timbangan kejahatan.

AKHLAK TERCELA RIYA’ DAN NIFAQ 

Manusia sebagai makhluk Tuhan telah dianugerahi berbagai nikmat sehingga hal itu mengharuskan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Caranya bersyukur adalah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, yang diwujudkan dalam beberapa akhlak terpuji terhadap-Nya.

Kebalikannya adalah akhlak tercela (akhlakul mazmumah), yaitu perbuatan yang menyimpang dari ajaran Allah Swt yang nantinya akan berdampak negatif, baik bagi pelaku maupun bagi orang lain. Diantara akhlakul mazmumah adalah riya’ dan nifaq. 

1. Riya’ 

Riya ‘dalam Bahasa Arab artinya memperlihatkan atau memamerkan, secara istilah riya‘ yaitu memperlihatkan sesuatu kepada orang lain, baik barang maupun perbuatan baik yang dilakukan, dengan maksud agar orang lain dapat melihatnya dan akhirnya memujinya. Hal yang sepadan dengan riya‘ adalah sum’ah yaitu berbuat kebaikan agar kebaikan itu didengar orang lain dan dipujinya, walaupun kebaikan itu berupa amal ibadah kepada Allah Swt. Orang yang sum’ah dengan perbuatan baiknya, berarti ingin mendengar pujian orang lain terhadap kebaikan yang ia lakukan. Dengan adanya pujian tersebut, akhirnya masyhurlah nama baiknya di lingkungan masyarakat. 

Dengan demikian orang yang riya’ berarti juga sum’ah, yakni ingin memperoleh pujian dari orang lain atas kebaikan yang dilakukan. Rasulullah Saw bersabda:

”Barang siapa (berbuat baik) karena ingin didengar oleh orang lain (sum’ah), maka Allah akan memperdengarkan kejelekannya kepada yang lain. Dan barang siapa (berbuat baik) karena ingin dilihat oleh orang lain (riya’), maka Allah akan memperlihatkan kejelekannya kepada yang lain.” (H.R Bukhari). 

Allah juga berfirman dalam QS. an-Nisa ayat 142 : 

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang-orang muna¿k itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (Q.S. an-Nisa’ [4]:142) 

Alangkah meruginya orang-orang yang bersifat riya’ dan sum’ah, karena mereka bersusah payah mengeluarkan tenaga, harta dan meluangkan waktu, tetapi Allah tidak menerima sedikit pun amal ibadah mereka, bahkan azab yang mereka terima sebagai balasannya. Firman Allah Swt : 

لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوا وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُم بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]:188) 

Sabda Rasulullah Saw: 

“Allah tidak akan menerima amal yang terdapat unsur riyaࡃ ‘di dalamnya walaupun riya’ itu hanya sebesar dzarrah” (al-Hadis) 

Allah memberikan ancaman bagi pelaku riyaa‘ termasuk ketika melaksanakan ibadah salat. Orang yang melakukan perbuatan riya‘ diancam sebagai pendusta Agama Islam ini, bahkan diancam dengan satu sangsi yaitu neraka Wail. Allah ber¿rman dalam Q.S. al-Maun 107: 4-6, yaitu:

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (4) (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. (5) orang-orang yang berbuat riya” (6). (Q.S. al-Maun [107]:4-6) 

Contoh-contoh perbuatan riya‘ misalnya adalah: 
a. Sifat–sifat yang melekat pada diri seseorang, seperti suka melekatkan sifat-sifat mulia pada diri sendiri. Hal-hal yang cenderung dipamerkan itu misalnya keelokan dirinya, pakaian atau perhiasan, jabatan di tempat kerja, dan status sosial lainnya. 
b. Seseorang menyantuni anak yatim dihadapan banyak orang dengan maksud agar ditayangkan di TV atau radio. 

Adapun akibat buruk riya‘ antara lain sebagai berikut 
a. Menghapus pahala amal baik, (QS. al-Baqarah ayat 264) 
b. Mendapat dosa besar karena riya‘ termasuk perbuatan syirik kecil. 
Sabda Rasulullah Saw: 

“Sesungguhnya perkara paling aku khawatirkan dari beberapa hal yang aku khawatirkan adalah syirik kecil. Sahabat bertanya, “Apa syirik kecil itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya) “‘H.R Ahmad) 

c. Tidak selamat dari bahaya keka¿ran karena riya’ sangat dekat hubungannya dengan sikap ka¿r. (Q.S. al-Baqarah ayat 264). 

2. Nifaq 

Kata nifaq berasal dari kata: nafiqa alyarbu’, artinya lubang hewan sejenis tikus. Lubang ini ada dua, ia bisa masuk ke lubang satu kemudian keluar lewat lubang yang lain. Demikianlah gambaran keadaan orang-orang muna¿k, satu sisi menampakkan Islamnya, tetapi di sisi lain ia amat ka¿r dan menentang kepentingan Agama Islam. 

Nifaq adalah perbuatan menyembunyikan keka¿ran dalam hatinya dan menampakkan keimanannya dengan ucapan dan tindakan. Perilaku seperti ini pada hakikatnya adalah ketidaksesuaian antara keyakinan, perkataan, dan perbuatan. Atau dengan kata lain, tindakan yang selalu dilakukan adalah kebohongan, baik terhadap hati nuraninya, terhadap Allah Swt maupun sesama manusia. Pelaku perbuatan nifaq disebut munafik. Firman Allah Swt. 

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ

”Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada syaitan-setan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolokolok”. (Q.S. al-Baqarah [2]:14) 

1. Dua Kategori Nifaq: 

Perbuatan Nifaq dikategorikan menjadi dua, yaitu:

a. Nifaq I’tiqadi 
Nifaq I’tiqadi adalah suatu bentuk perbuatan yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah Swt., sedangkan dalam hatinya tidak ada keimanan sama sekali. Dia salat, bersedekah, dan beramal saleh lainnya, namun tindakannya itu tanpa didasari keimanan dalam hatinya. Firman Allah Swt. 

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang-orang muna¿k itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (Q.S. an-NisƗ’ [4]:142) 

Pelaku nifaq diancam Allah dengan disamakan dengan orang fasik yang diancam dengan neraka Jahannam dan kekal di dalamnya. 
Allah juga berfirman dalam QS. at-Taubah [9]:67-68: 

“Orang-orang muna¿k laki-laki dan perempuan-perempuan, sebagian dari sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka mengenggam tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang muna¿k itulah orang-orang yang fasik.Allah mengancam orang-orang muna¿k laki-laki dan perempuan dan orang-orang ka¿r dengan neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal, (Q.S. at-Taubah [9]:67=68). 

Allah akan memasukkan orang muna¿k dan orang kafir bersama-sama dalam neraka. Dalam QS. an-Nisa ayat 140, Allah berfirman: 

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

“Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab (Al-Qur'an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena (kalau tetap duduk dengan mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sungguh, Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahanam,”. (Q.S. an-Nisa [4]:140) 

Kisah Abdullah ibnu Saba’, dia adalah tokoh muna¿q Madinah, semenjak kemunculan Nabi Saw, ia sudah memendam rasa benci terhadap Nabi. Sebuah kisah menerangkan bahwa kebencian terhadap Nabi disebabkan karena hijrahnya Nabi ke Madinah, dengan sebab hijrah inilah, ia merasa kurang diperhatikan lagi oleh masyarakatnya, semula, ia adalah calon pemimpin Madinah. Tetapi setibanya Nabi di Madinah, maka pamor akan status social Abdullah ibnu Saba’ menjadi padam. Lalu ia amat memendam rasa benci kepada Nabi Saw. Dalam sejarah perjuangan Islam, dialah sosok yang paling banyak mengendurkan semangat umat Islam dalam berjuang melawan orang-orang ka¿r, ia juga pernah berusaha mengusir Nabi dari Madinah, ia juga yang pernah mem¿tnah Sayyidah Aisyah, Istri Nabi pernah berselingkuh dengan seorang sahabat bernama Shafwan Ibnu Muatthal, lalu Allah menolong langsung sahabat Aisyah, menjelaskan masalahnya dengan menurunkan ayat-ayat al-Quran. Dan ketika Abdullah ibnu Saba’ meninggal di Madinah. Anaknya berusaha memohon pada Nabi untuk turut serta menshalatkan dan menguburkannya. Lalu Nabi amat berbaik hati, menshalatkannya dan turut menguburkannya, lalu mendoakkannya. Setelah Nabi mendoakan dan mengistighfarkan untuknya, maka Allah menurunkan surah at-Taubah 9:80: 

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِن تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun kepada mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka ka¿r kepada Allah dan RasulNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (Q.S. at-Taubah 9:80). 

Ayat ini menerangkan bahwa kemuna¿kan Abdullah Ibnu Saba’ sudah melewati batas keka¿ran, sehingga Allah-pun tidak berkenan menerima taubatnya, nauzu billahi min zalik (lihat tafsir surah at-Taubah). 

b. Nifaq ‘Amali 
Nifaq ‘amali adalah kemunafikan berupa pengingkaran atas kebenaran dalam bentuk perbuatan. Sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw:

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu apabila berkata selalu berdusta, apabila berjanji selalu tidak ditepati, dan apabila dipercaya selalu mengkhianati”. (HR. Bukhari Muslim) 

2. Ciri-ciri perbuatan yang masuk kategori nifaq: 

1. Tidak mampu menegakkan salat kecuali dengan malas-malasan, ia merasa ragu terhadap balasan Allah di akhirat. 
2. Hanya berfikir jangka pendek yaitu kekayaan duniawi semata 
3. Terbiasa dengan kebohongan, ingkar janji, dan khianat. 
4. Tidak mampu ber-amar ma’ruf nahyi munkar. 
5. Sering kali dalam pembicaraannya menyindir dan menyakiti Nabi atau Islam. 


Rangkuman 

Riya’ dalam bahasa Arab artinya memperlihatkan atau memamerkan, secara istilah riya’ yaitu memperlihatkan sesuatu kepada orang lain, baik barang maupun perbuatan baik yang dilakukan, dengan maksud agar orang lain dapat melihatnya dan akhirnya memujinya. Hal yang sepadan dengan riya‘ adalah sum’ah yaitu berbuat kebaikan agar kebaikan itu didengar orang lain dan dipujinya, walaupun kebaikan itu berupa amal ibadah kepada Allah Swt.
Nifaq adalah perbuatan menyembunyikan kekafiran dalam hatinya dan menampakkan keimanannya dengan ucapan dan tindakan. Perilaku seperti ini pada hakikatnya adalah ketidaksesuaian antara keyakinan, perkataan, dan perbuatan. Atau dengan kata lain, tindakan yang selalu dilakukan adalah kebohongan, baik terhadap hati nuraninya, terhadap Allah Swt maupun sesama manusia. Pelaku perbuatan nifaq di sebut munafik. Para ulama membagi ada dua jenis kemunafikan, yaitu nifƗq i’tiqadi dan nifaq 'amali.

Sumber : Buku Siswa Kelas VII Akidah Akhlak Kurikulum 2013
Penulis : MILKUL MUSOWWIR L

Tidak ada komentar